Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam tulisan ini berisi mengenai salah satu pembahasan yang berhubungan dengan salah satu sila dalam pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam tulisan ini akan diperjelas secara detail contoh pembahasan mengenai sila tersebut. Untuk memahami penjelasan dalam pembahasan ini bacalah secara seksama.
1. Sila Pertama Pancasila Sebagai Fondamen Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara
Sila pertama
Pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai fondamen dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Bangsa yang beriman dan kemudian bertaqwa akan lebih mudah
mengamalkan sila sila selanjutnya seperti Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan peerwakilan guna menuju keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Ibarat bangunan maka
Pancasila itu berbentuk sebuah piramid. Sebagai lantai dasarnya adalah
Ketuhanan Yang Maha Esa dan selanjutnya pada lapisan kedua ketiga keempat dan
terakhir kelima adalah sila sila Pancasila yang lainnya sesuai dengan
urutannya. Apabila bangsa ini memiliki keimanan yang kokoh maka akan
lebih mudah baginya untuk bersikap kemanusiaan yang adil dan beradab.
Tidak ada perlakuan diskriminasi antara sesama rakyat dalam pergaulan sehari
hari, semua didasarkan atas persaudaran yang karib dan akrab.
Dengan modal sila
pertama dan kedua itu, persatuan Indonesia akan lebih langgeng, mengingat bahwa
bangsa ini menyadari bahwa dirinya ditakdirkan dalam perbedaan. Perbedaan
agama, suku, ras dan antar golongan akan lebih mudah diterima dan dipahami
serta dilaksanakan sehingga tidak akan terjadi pertentangan antar warga.
Kemudian dalam pergaulan sehari hari guna menuju kemakmuran masyarakat tidak
bisa dipungkiri akan selalu ditemui berbagai perbedaan guna menuju keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Untuk itulah
diperlukan sila ke empat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijakansanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Setiap warga apakah dia
dalam kelompok atau sebagai diri pribadi dalam menuangkan ide ide cemerlangnya
mungkin akan mendapat masukan dari warga lainnya. Perbedaan itu
dimusyawarahkan dengan baik dilandasi oleh sila sila pancasila yang lain.
Dengan semangat membangun, maka setiap persoalan akan dapat ditemukan titik
sama guna kepentingan pembangunan bangsa.
Oleh karena itu
diperlukan pemahaman sistematis guna menyerap pesan pesan penting pendiri
negara ini. Kenapa Ketuhanan Yang Maha Esa diletakkan pada sila
pertama. Pendidikan Pancasila yang telah diberikan sejak Sekolah
Dasar sampai di Perguruan Tinggi tentunya mempunyai tujuan khusus bagi anak
didik sesuai dengan tahapan tingakatan pendidikan itu. Bila di SD
Pancasila cukup diartikan sebagai hapalan saja, maka tentunya ditingkat
pendidikan lanjutan lainnya kompetensi yang diberikan kepada anak anak didik
diharapkan sudah mengarah kepada aplikasi kehidupan dimasyarakat.
2. Membedah Sila Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”
Maraknya
konflik-konfilk sosial belakangan ini, bisa jadi merupakan gejala Instabilitas nasional,
kita lihat dimana terjadi kekerasan dengan berbagai latar belakang. Satu
diantaranya adalah Agama. Dimasyarakat kita, sering kita melihat kekerasan
sering dilakukan oleh kelompok ajaran agama tertentu atas nama membela agama
dari gangguan-gangguan luar yang coba merusakknya. Dalam konteks ini, saya akan
berbicara mengenai problem klasik yang sering diperbincangkan tapi tak kunjung
usai yaitu Agama dan Negara.
Diskursus mengenai
Agama dan Negara dalam cakupan negara Indonesia, sudah sangat lama dipersoalkan.
Perdebatan keras bisa kita temui di awal-awal pembentukan negara Indonesia.
Bila kita membuka risalah-sisalah perjuangan Founding Father kita,
dengan menelusuri jejak-jejaknya melalui sidang BPUPK, PPKI, dan Konstituante,
akan telihat bahwa upaya menjadikan bangsa Indonesia menjadi negara agama
begitu keras dilakukan, oleh mereka-mereka yang getol memperjuangan Agama,
khususnya agama Islam. Akan tetapi gagal dilakukan. Kenapa?
Syarat utama
berdirinya sebuah bangsa adalah mempunyai Filosofi negara/dasar negara/ideologi
negara. Disinilah letak perdebatan kerasnya. Para Founding Father kita dulu,
ada beberapa dari mereka mencoba merumuskan dasar negara. Banyak model/konsep
dasar negara diperlihatkan di antara pembuat konsep itu terdapat Sukarno, Moh
Yamin, dll sampai akhirnya ditemukannlah Pancasila seperti yang sekarang ini.
Di antara banyak sila menarik membicarakan sila pertama, karena disinilah
pangkal masalah dari problem kebangsaan atas nama Agama.
Ketika semua Founding
Father telah sepakat untuk menjadikan negara Indonesia adalah negara yang
berdasarkan Ketuhanan. Muncul problem ketika kalimat ketuhanan ini bebunyi “Ketuhanan
dengan Kewajiban Menjalankan syariat Islam bagi pengikut-pengikutnya”. Oleh
Sukarno pada waktu itu yang juga salah satu panitia kecil perumus Pancasila,
tidak setuju. Ia bepikir bila itu dibawa pada sidang BPUPK, konstituante akan
menimbulkan perpecahan di antara sesama anak bangsa. Dengan demikian akan
menggagalkan upaya pembentukan Negara yang telah lama diperjuangkan. Sementara
waktu itu, Bangsa Indonesia, dalam berada masa krisis, dimana tidak boleh
tidak negara Indonesia harus didirikan dan konsekuensi dari berdirinya
negara adalah adanya suatu konstitusi yang dimiliki dan disepakati
bersama.
Dalam perdebatan
panjang itu akhirnya kelompok Islam yang keukeh terhadap kalimat itu setuju
untuk diganti. Mereka negara Indonesia tetap negara berdasarkan Ketuhanan,
namun kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pengikut-pengikutnya” diganti dengan “Yang Maha Esa”, sehingga
menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa seperti sila pertama Pancasila sekarang ini.
Mengerti mengenai apa
sebab sila pertama pancasila disetujui oleh para Founding Father kita,
akan sedikit membuka wawasan kita akan kebangsaan Indonesia. Pertama,
Formulasi sila ini adalah yang paling representatif untuk merangkul semua
anggota sidang konstituante pada waktu itu, kalau kita mau melihat
keterwakikan, di situ akan kita temukan berbagai macam etnis, ada Jawa, Madura,
Minang, Batak, Ambon, Sulawesi, keturunan Arab, Eropa dll. Agama pun begitu,
ada Islam, Kristen, Hindu, Budha, kepercayaan keyakinan lain, dll. Kedua,
rupaya dalam diri, jiwa manusia Indonesia masih percaya pada kekuatan di luar
manusia. Degan kata lain religiusitas pasti ada di dalam diri manusia
Indonesia.
Orisinalitas bangsa
ini, tidak bisa muncul begitu saja dalam diri manusia Indonesia, orisinalitas
itu telah lama dibentuk, bahkan lebih lama dari agama-agama yang kemudian
datang di Indonesia ini. Kalau kita melihat berdirinya bangsa Indonesia, akan
kita semua bahwa kebudayaan bangsa Indonesia telah lebih dari 1000 abad hidup
dalam kepercayaan di luar manusia, untuk membuktikannya sampai sekarang masih
kita lihat ritus-ritus yang masih eksis, di gunung, di dalam gua, dll. Berikutnya
hadir kepercayaan Hindu/Budha selama 14 abad, kemudian Islam selama 7 abad, dan
belakangan Kristen 4 abad. Dalam perjalanannya kemudian semua aliran
kepercayaan ini Ini artinya Jiwa bangsa Indonesia tidak bisa jauh dari
religiusitas.
Memang dalam perjuangan
kemerdekaan Indonesia, kita menemukan ada Ideologi lain yang jauh dari
religiusitas yakni ajaran komunis yang secara basis keyakinan adalah sekuler
(tidak percaya agama) tapi dalam implementasinya. Kalau kita buka sejarah, akan
kita temukan seorang komunis yang pada waktu itu juga sebagai juru komunikasi
partai komunis adalah seorang Haji, dia adalah KH. Dasiku Siroj. Kita tidak
akan bisa membayangkan ideologi sekuler bisa bersatu dengan agama. Pada suatu
ketika KH. Dasuki Siroj ditanyai kawan-kawan komunisnya mereka adalah Prawoto
dan Kisman. ”Kembalilah pada kitab kita (komunis)” KH. Dasuki Siroj
menjawab ” Yang saya lakukan ini adalah cara saya mengimplementasikan ajaran
agama saya”. Jadi walaupun kita tahu memang ada yang sekuler, tapi di
dalam dirinya selalu ada jiwa religius. Paling tidak masih takut sama “genderuwo”
Ketika hubungan
antara agama dan negara menemui jalan buntu. Ternyata ilmuan-ilmuan moderen
baru mengetahui bahwa sesungguhnya negara itu tidak bisa seluruhnya dipisahkan
dengan agama. Dalam tradisi masyarakat Barat pun baru sekarang ini sadar
pentingnya nilai-nilai agama masuk dalam kehidupan bernegara. Di eropa misalnya
upaya memisahkan diri dengan negara begitu kuat, ditandai dengan revolusi pada
waktu itu, dimana agama harus menjauhkan diri dari urusan agama. Tapi usaha ini
ternyata tidak serta merta menjadikan negara itu sejahtera.
Akhirnya walaupun
dasar negaranya sekuler tapi mereka selalu berusaha mendekatkan negara dengan
agama. Contoh prancis yang begitu sekuler, sampai-sampai tidak boleh
simbol-simbol keagamaan dipakai di publik tapi toch masih ada sekolah-sekolah
agama disubsidi oleh pemerintah. Begitupun di Skandinavia, dikenal sebagai
negara sekuler tapi di negara tersebut terdapat gereja negara. Sementara
amerika, sudah sejak lama mengaitkan segala kehidupan bernegara dengan
nilai-nilai agama. Sebagimana kita ketahui mayoritas penduduk amerika adalah
imigran, dimana hampir semua penduduk menganut agama yang sama jadi lebih
homogen. Sehingga pemerintah dengan mudah mengatur urusan negara.
Disini mesti kita
bangga kepada Founding Father kita, karena pemikirannya telah 1000 km
jauh melangkah, sadar akan pentingnya agama ikut mengatur sendi-sendi kehidupan
bernegara. Untuk Indonesia karena pluralitasnya tidak mungkin menjadikan ajaran
satu agama menguasai, mengatur seluruh kehidupan masyarakat. Oleh karena itu
semua agama-agama yang ada harus merumuskan satu titik temu. Berupa nilai-nilai
yang disepakati bersama yang berlaku universal. Sekarang kita tahu bahwa
nilai-nilai itu telah dirumuskan dalam seluruh sila pancasila, nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah dan Keadilan.
Nilai-nilai itu
kemudian kita jaga dari upaya-upaya pemaksaan oleh satu atau beberapa kelompok
tertentu merusaknya. Maka kita mandatkanlah kepada pemerintah sebagai yang
paling berhak menegakkan, menentukan, dan menghukum, siapa saja yang mencoba
merusak nilai-nilai itu. walaupun itu menggunakan senjata.
Sedangkan kehidupan
beragama masyarakat Indonesia, ia berada dalam lingkup pribadi, atau komunitas-komunitas
keagamaan. Semua ajaran-ajaran keagamaan silahkan dijalankan tapi asalkan tidak
menggangu ketentraman yang berbeda keyakinan.
Terakhir, ada suatu
kaidah emas, yang itu pun dimiliki oleh setiap agama-agama. Kaidah emas
itu berkata bahwa Janganlah engkau berbuat kepada orang lain suatu yang orang
lain tidak mau melakuan seperti itu pada dirimu sendiri. Dalam Islam kita kenal
Kalimatun Sawa “Tidak beriman seseng ketika belum mencintai orang
lain sebelum mencintai dirinya sendiri”. Atau kata konfusius bahasa
Ketuhanan itu adalah “Ketika engkau melihat anak kecil berada di pinggir
jurang atau di tepi sungai maka rasa kemanusiaanmu akan segera menyergap anak
kecil itu dan kau tidak sempat berpikir agamanya apa, etnisnya apa, keuntungan
bagiku apa”. Kalau bahasa ketuhanan hadir dalam dirimu engkau akan
mencintai sesamamu, agama apapun, seperti engkau mencintai dirimu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar