Selasa, 18 Desember 2012

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia



Dalam tulisan ini berisi mengenai salah satu pembahasan yang berhubungan dengan salah satu sila dalam pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dalam tulisan ini akan diperjelas secara detail contoh pembahasan mengenai sila tersebut. Untuk memahami penjelasan dalam pembahasan ini bacalah secara seksama.

1.      Definisi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum sejak Plato membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa keadilan adalah apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato meresmikan alasan bahwa sebuah Negara ideal akan bersandar pada empat sifat baik: kebijakan, keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan.
Penambahan kata sosial  adalah untuk membedakan keadilan social dengan konsep keadilan dalam hukum. Keadilan sosial juga merupakan salah satu butir dalam Pancasila. Kadang beberapa orang menganggap yang namanya keadilan itu adalah kesamaan. Semua dibagi sama semua dibagi rata. Seperti grup lawak Bagito, yang konon artinya adalah bagi roto akhirnya tidak bertahan lama karena harus pecah akibat yang kononnya juga karena tidak bagi rata.
Keadilan yang diperjuangkan negara sosialis, yang membagi rata penghasilannya bagi seluruh rakyat. Mau pintar ataupun bodoh, mau kerja keras ataupun kerja cerdas semua dapat sama (kecuali pemimpinnya). Akhirnya toh, banyak yang tidak bisa bertahan juga. Negara seperti Rusia dan Cina pun sekarang mau menerima tidak bagi rata. Yang masih bertahan seperti Korea Utara dan Kuba, berakhir menjadi kerajaan kecil atas nama sosialis dimana yang berkuasa ya keluarga penguasa juga. Kekuasaan diwariskan berdasarkan kekerabatan bukan lagi karena pembagirataan.
Konsep keadilan menurut saya, bukan kesamarataan. Kesetaraan jender juga bukan berarti wanita duduk sama rendah berdiri sama tinggi.  Keadilan adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Contohnya seperti kepada anak. Misalkan punya dua anak yang satu sudah SMA dan satu lagi masih SD. Dari bajunya saja, ngga mungkin diadilkan dengan mengambil harga yang sama. Juga ngga mungkin diadilkan diberi uang ongkos dan sangu yang sama. Mungkin lebih adil, kalau memberi anak SMA baju yang bagus sedikit karena dia sudah diperhatikan orang lain. Dengan baju yang bagus, dia dapat menjaga kehormatan dirinya dan keluarganya. Untuk yang SD, ya belum banyak yang memperhatikan (walaupun belum tentu juga ya, katanya dari SD juga sekarang sudah saling memperhatikan hehehe). Ongkosnya, ya yang besar lebih sedikit sangunya karena wilayah perginya juga sudah semakin luas dibandingkan yang masih SD. Itu masih bisa adil.
Begitu juga untuk rakyat Indonesia. Keadilan bukan berarti semua mendapatkan hal yang sama. Sesuai saja dengan tempatnya. Yang di desa dapat berbeda dengan yang di kota. Yang kaya dapat lebih baik kalau mau bayar lebih mahal. Yang miskin, ya dapat seadanya aja juga ga apa-apa, yang penting masih dapat.
Adil juga bukan berarti memberikan sesuatu tanpa ada sesuatu dibelakangnya. Misalnya, beberapa lembaga pemberi beasiswa lebih memprioritaskan siswa dari sekolah tertentu untuk mendapatkan beasiswa, dengan harapan suatu saat nanti kalau siswa itu sudah berhasil dia akan menjadi penyumbang lembaga beasiswa tersebut. Bukan tidak adil kalau siswa dari sekolah lain cuma dapat jatah sedikit.
Cukup adil, kalau pembangunan hanya berlaku cepat di beberapa bagian tertentu sedangkan di tempat lain seperti jalan di tempat atau malah mundur ke belakang. Kenapa? Ya karena ada kepentingan tertentu tadi, ada sesuatu di belakangnya.
Lho koq bisa disebut adil? Namanya juga manusia, wajar saja dong punya kecenderungan tertentu walaupun sudah berusaha adil. Ada anak kesayangan, ada murid kesayangan, juga ada rakyat kesayangan. Dan dalam suatu negara, biasanya yang jadi kesayangan adalah warga partainya

Pengertian kesejahteraan sosial
·         Kesejahteraan bermula dari kata sejahtera, berawalan kata ke dan berakhiran kata an. Sejahtera berarti aman sentosa, makmur, dan selamat, artinya terlepas dari segala macam gangguan dan kesukaran.
·         Menurut UU No.6 Thn 1974 yaitu suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.
·           Menurut PBB, kesejahetaran sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dalam tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka
·         Secara umum (edi suharto) kesejahteraan sosial yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan.

Definisi kesejahteraan atau Sejahtera dapat memiliki empat arti.
1.        Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai.
2.        Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera memliki arti khusus resmi atau teknikal (lihat ekonomi kesejahteraan), seperti dalam istilah fungsi kesejahteraan sosial.
3.        Dalam kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang digunakan dalam ide negara sejahtera.
4.        Di Amerika Serikat, sejahtera menunjuk ke uang yang dibayarkan oleh pemerintah kepada orang yang membutuhkan bantuan finansial, tetapi tidak dapat bekerja, atau yang keadaannya pendapatan yang diterima untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak berkecukupan. Jumlah yang dibayarkan biasanya jauh di bawah garis kemiskinan, dan juga memiliki kondisi khusus, seperti bukti sedang mencari pekerjaan atau kondisi lain, seperti ketidakmampuan atau kewajiban menjaga anak, yang mencegahnya untuk dapat bekerja. Di beberapa kasus penerima dana bahkan diharuskan bekerja, dan dikenal sebagai workfare.

2.      Tentang Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sudah bukan berita aneh lagi ketika kita mendengar terjadi kasus korupsi di Indonesia, juga dengan hukumannya yang tergolong ringan, dibanding nominal yang telah dikurasnya. Yang terbaru adalah Gayus HP Tambunan, yang terseret 4 kasus korupsi dan pencucian uang, dijatuhi vonis 8 tahun penjara. Sementara itu, mantan Menteri Dalam Negeri yang terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran dan merugikan negara Rp 97 miliar, hanya terkena vonis 2 tahun 6 bulan penjara. Dalam kasus lain, beberapa tersangka penerima cek pelawat dalam kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia mendapat hukuman bervariasi, mulai dari 1 tahun 3 bulan penjara, sampai 2 tahun 6 bulan penjara. Bahkan di beberapa tempat di Indonesia, sidang tipikor yang seharusnya menghukum koruptor dengan seberat-beratnya agar menimbulkan efek jera bagi yang bersangkutan, justru malah menghasilkan vonis bebas.

Akan tetapi, hal yang berkebalikan terjadi jika menyangkut rakyat kecil. Belum lama berselang, seorang bocah yang mencuri sandal jepit milik seorang polisi, terancam hukuman lima tahun penjara. Juga beberapa hari lalu, dua orang pemuda difabel (cacat mental) ditahan karena mencuri sembilan tandan pisang yang harganya tidak sampai seratus ribu. Ada lagi kasus dimana seorang bocah dibui lima tahun hanya karena mencuri pulsa sepuluh ribu. Bahkan ada juga seorang nenek yang ditahan satu bulan hanya karena mencuri tiga butir kakao.

Terlepas dari apapun alasannya, mencuri adalah suatu perbuatan tercela yang pantas mendapatkan hukuman. Akan tetapi, pantaskah ketika hukuman tegas tersebut hanya diberikan kepada rakyat kecil? Ketika golongan berduit yang mencuri uang rakyat, bahkan ketika kerugian yang ditimbulkannya jauh lebih besar dibanding nominal curian sang rakyat kecil, hukuman yang diberikan terkesan lebih ringan. Hukum di negeri ini cenderung tidak berdaya melawan penguasa dan pemilik modal. Para elite negeri ini dapat dengan mudah berkelit dari jeratan hukum, menggunakan kekuasaan dan uang yang ia miliki. Bahkan tidak hanya perangkat hukumnya, aparat penegak hukum juga pemerintah saat ini kurang memiliki keberpihakan terhadap rakyat kecil. Termasuk diantaranya adalah kurang membantu rakyat kecil untuk memperoleh keadilan ketika berhadapan dengan uokum

Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya, Mudji Santoso berpendapat, boleh dibilang hukum di Indonesia saat ini justru menjadi sumber dari ketidak adilan. Bisa disimpulkan seperti ini, karena hampir semua perangkat hukum di Indonesia memihak pada pemegang kekuasaan dan pemilik modal, bukan memihak pada kebenaran dan keadilan. Keadilan justru ditentukan oleh kombinasi dari permainan kepentingan, kekuasaan, jabatan, dan uang. Kondisi ini sangat berbahaya, karena yang berlaku dalam kehidupan ini semakin mirip dengan hukum rimba. Siapa yang kuat, ia yang menang. Masyarakat akan mengalami krisis, dan hukum akan terlecehkan.

Putusan bersalah yang dijatuhkan pada AAL yang mencuri sendal jepit itu karena hakim terlalu kaku dalam menilai suatu perkara. Hakim justru tak mampu memahami esensi dari hukum, serta kearifan yang terkandung dalam aturan hukum. Hakim bukanlah komputer yang jika diinputkan suatu nilai, maka outputnya pasti adalah hasil operasi dari nilai tersebut tanpa melihat faktor-faktor lain diluar nilai tersebut. Suatu kesalahan dalam membuat suatu putusan apabila mengaplikasikan ketentuan tanpa melihat substansi dari hukum itu sendiri. Sebagai contoh adalah terdapat dua fakta. “Mencuri merupakan sebuah tindakan pidana”. “Pelaku tindak pidana harus dihukum”. Maka, ketika didapati ada seseorang mencuri sendal jepit, maka ia pun harus dihukum. Sebetulnya, hal itu tidak benar. Hakim juga harus mempertimbangkan beberapa aspek lainnya, seperti siapakah yang mencurinya, dan apa alasannya. Sebetulnya, sifat perbuatan melawan hukum itu bisa dihilangkan atau dikurangi dengan cara melihat besarnya kerugian atau dampak yang ditimbulkan pada masyarakat. Untuk beberapa kasus kecil, seperti pencurian sandal jepit, pisang, atau kakao, pendekatan seperti itu biasa disebut pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).

Hukum terlalu tajam bagi rakyat kecil. hal ini dikarenakan rakyat kecil tidak dilindungi oleh organisasi atau struktur. Kekuatan politik masyarakat masih lemah. Berbeda dengan pelaku korupsi yang justru dilindungi oleh partai politik atau bahkan oleh pemerintah.

Dan juga, apakah penegakan hukum seperti ini mampu menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi yang jelas-jelas merugikan negara sampai milyaran rupiah? Sama sekali tidak. Selama uang masih bisa berbicara, selama aparat hukum masih terbuai dengan materi dan nafsu duniawi, hal ini tidak akan bisa berlaku efektif. Kita tentunya belum lupa dengan adanya sel penjara yang layaknya hotel berbintang, dilengkapi dengan spring bed, TV, serta salon pribadi. Dan kita juga belum lupa kasus tahanan lembaga pemasyarakatan yang dengan suksesnya menyuap aparat untuk bisa menonton turnamen tenis di Bali, juga bertamasya ke Macau. Dua hal ini menjadi bukti jelas betapa penegakan hukum di Indonesia masih mudah dibeli menggunakan uang.

Untuk para aparat penegak hukum, tegakkanlah hukum tanpa pandang bulu dan tegaslah dalam bertindak. Dua hal itu apabila dilakukan dengan konsisten akan cukup untuk menjadikan negara tercinta bersih dari korupsi. Diperlukan orang-orang yang beriman dan jujur untuk mengawal hukum negeri ini menjadi lebih tegas dan adil. Indonesia tidak akan pernah bebas dari korupsi jika penegakan hukumnya tidak tegas dan tanpa saksi yang berat.

Saya sadari opini saya mungin akan menimbulkan kontroversi. Tapi sebagai mahasiswa saya ingin mengimplementasikan apa yang disebut sebagai Peran dan Fungsi Mahasiswa, terutama pada nilai Social Control. Lagipula, kebebasan berpendapat itu dilindungi oleh konstitusi negara kita, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 28E ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengemukakan pendapat.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar