Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam tulisan ini berisi mengenai salah satu
pembahasan yang berhubungan dengan salah satu sila dalam pancasila yaitu
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dalam tulisan ini akan diperjelas secara detail contoh pembahasan
mengenai sila tersebut. Untuk memahami penjelasan dalam pembahasan ini bacalah
secara seksama.
1. Definisi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial adalah
sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum sejak
Plato membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa keadilan
adalah apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato
meresmikan alasan bahwa sebuah Negara ideal akan bersandar pada empat
sifat baik: kebijakan, keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan.
Penambahan kata sosial
adalah untuk membedakan keadilan social dengan konsep keadilan
dalam hukum. Keadilan sosial juga merupakan salah satu butir dalam Pancasila.
Kadang beberapa orang menganggap yang namanya keadilan itu adalah kesamaan.
Semua dibagi sama semua dibagi rata. Seperti grup lawak Bagito, yang konon
artinya adalah bagi roto akhirnya tidak bertahan lama karena harus pecah akibat
yang kononnya juga karena tidak bagi rata.
Keadilan yang
diperjuangkan negara sosialis, yang membagi rata penghasilannya bagi seluruh
rakyat. Mau pintar ataupun bodoh, mau kerja keras ataupun kerja cerdas semua
dapat sama (kecuali pemimpinnya). Akhirnya toh, banyak yang tidak bisa bertahan
juga. Negara seperti Rusia dan Cina pun sekarang mau menerima tidak bagi rata.
Yang masih bertahan seperti Korea Utara dan Kuba, berakhir menjadi kerajaan
kecil atas nama sosialis dimana yang berkuasa ya keluarga penguasa juga.
Kekuasaan diwariskan berdasarkan kekerabatan bukan lagi karena pembagirataan.
Konsep keadilan
menurut saya, bukan kesamarataan. Kesetaraan jender juga bukan berarti wanita
duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Keadilan adalah menempatkan segala
sesuatu pada tempatnya.
Contohnya seperti
kepada anak. Misalkan punya dua anak yang satu sudah SMA dan satu lagi masih
SD. Dari bajunya saja, ngga mungkin diadilkan dengan mengambil harga yang sama.
Juga ngga mungkin diadilkan diberi uang ongkos dan sangu yang sama. Mungkin
lebih adil, kalau memberi anak SMA baju yang bagus sedikit karena dia sudah
diperhatikan orang lain. Dengan baju yang bagus, dia dapat menjaga kehormatan
dirinya dan keluarganya. Untuk yang SD, ya belum banyak yang memperhatikan
(walaupun belum tentu juga ya, katanya dari SD juga sekarang sudah saling
memperhatikan hehehe). Ongkosnya, ya yang besar lebih sedikit sangunya karena
wilayah perginya juga sudah semakin luas dibandingkan yang masih SD. Itu masih
bisa adil.
Begitu juga untuk
rakyat Indonesia. Keadilan bukan berarti semua mendapatkan hal yang sama.
Sesuai saja dengan tempatnya. Yang di desa dapat berbeda dengan yang di kota.
Yang kaya dapat lebih baik kalau mau bayar lebih mahal. Yang miskin, ya dapat
seadanya aja juga ga apa-apa, yang penting masih dapat.
Adil juga bukan
berarti memberikan sesuatu tanpa ada sesuatu dibelakangnya. Misalnya, beberapa
lembaga pemberi beasiswa lebih memprioritaskan siswa dari sekolah tertentu
untuk mendapatkan beasiswa, dengan harapan suatu saat nanti kalau siswa itu
sudah berhasil dia akan menjadi penyumbang lembaga beasiswa tersebut. Bukan
tidak adil kalau siswa dari sekolah lain cuma dapat jatah sedikit.
Cukup adil, kalau
pembangunan hanya berlaku cepat di beberapa bagian tertentu sedangkan di tempat
lain seperti jalan di tempat atau malah mundur ke belakang. Kenapa? Ya karena
ada kepentingan tertentu tadi, ada sesuatu di belakangnya.
Lho koq bisa disebut
adil? Namanya juga manusia, wajar saja dong punya kecenderungan tertentu
walaupun sudah berusaha adil. Ada anak kesayangan, ada murid kesayangan, juga
ada rakyat kesayangan. Dan dalam suatu negara, biasanya yang jadi kesayangan
adalah warga partainya
Pengertian kesejahteraan sosial
· Kesejahteraan bermula dari kata sejahtera, berawalan kata ke
dan berakhiran kata an. Sejahtera berarti aman sentosa, makmur, dan selamat,
artinya terlepas dari segala macam gangguan dan kesukaran.
· Menurut UU No.6 Thn 1974 yaitu suatu tata kehidupan dan
penghidupan sosial, material maupun spritual yang diliputi rasa keselamatan,
kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan setiap warga
negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah
dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan pancasila.
· Menurut
PBB, kesejahetaran sosial adalah suatu kegiatan yang terorganisasi dalam tujuan
membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan
sosial mereka
· Secara umum (edi suharto) kesejahteraan sosial yaitu suatu
keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat
mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan
kesehatan.
Definisi kesejahteraan atau Sejahtera dapat
memiliki empat arti.
1.
Dalam istilah umum,
sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya
dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai.
2.
Dalam ekonomi,
sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera memliki arti khusus
resmi atau teknikal (lihat ekonomi kesejahteraan), seperti dalam istilah fungsi
kesejahteraan sosial.
3.
Dalam kebijakan
sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang digunakan dalam ide negara
sejahtera.
4.
Di Amerika Serikat,
sejahtera menunjuk ke uang yang dibayarkan oleh pemerintah kepada orang yang
membutuhkan bantuan finansial, tetapi tidak dapat bekerja, atau yang keadaannya
pendapatan yang diterima untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak berkecukupan.
Jumlah yang dibayarkan biasanya jauh di bawah garis kemiskinan, dan juga memiliki
kondisi khusus, seperti bukti sedang mencari pekerjaan atau kondisi lain,
seperti ketidakmampuan atau kewajiban menjaga anak, yang mencegahnya untuk
dapat bekerja. Di beberapa kasus penerima dana bahkan diharuskan bekerja, dan
dikenal sebagai workfare.
2. Tentang Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sudah bukan berita aneh lagi
ketika kita mendengar terjadi kasus korupsi di Indonesia, juga dengan
hukumannya yang tergolong ringan, dibanding nominal yang telah dikurasnya. Yang
terbaru adalah Gayus HP Tambunan, yang terseret 4 kasus korupsi dan pencucian
uang, dijatuhi vonis 8 tahun penjara. Sementara itu, mantan Menteri Dalam
Negeri yang terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengadaan mobil pemadam
kebakaran dan merugikan negara Rp 97 miliar, hanya terkena vonis 2 tahun 6
bulan penjara. Dalam kasus lain, beberapa tersangka penerima cek pelawat dalam
kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia mendapat hukuman
bervariasi, mulai dari 1 tahun 3 bulan penjara, sampai 2 tahun 6 bulan penjara.
Bahkan di beberapa tempat di Indonesia, sidang tipikor yang seharusnya
menghukum koruptor dengan seberat-beratnya agar menimbulkan efek jera bagi yang
bersangkutan, justru malah menghasilkan vonis bebas.
Akan tetapi, hal yang
berkebalikan terjadi jika menyangkut rakyat kecil. Belum lama berselang,
seorang bocah yang mencuri sandal jepit milik seorang polisi, terancam hukuman
lima tahun penjara. Juga beberapa hari lalu, dua orang pemuda difabel (cacat
mental) ditahan karena mencuri sembilan tandan pisang yang harganya tidak
sampai seratus ribu. Ada lagi kasus dimana seorang bocah dibui lima tahun hanya
karena mencuri pulsa sepuluh ribu. Bahkan ada juga seorang nenek yang ditahan
satu bulan hanya karena mencuri tiga butir kakao.
Terlepas dari apapun alasannya,
mencuri adalah suatu perbuatan tercela yang pantas mendapatkan hukuman. Akan
tetapi, pantaskah ketika hukuman tegas tersebut hanya diberikan kepada rakyat
kecil? Ketika golongan berduit yang mencuri uang rakyat, bahkan ketika kerugian
yang ditimbulkannya jauh lebih besar dibanding nominal curian sang rakyat
kecil, hukuman yang diberikan terkesan lebih ringan. Hukum di negeri ini
cenderung tidak berdaya melawan penguasa dan pemilik modal. Para elite negeri
ini dapat dengan mudah berkelit dari jeratan hukum, menggunakan kekuasaan dan
uang yang ia miliki. Bahkan tidak hanya perangkat hukumnya, aparat penegak
hukum juga pemerintah saat ini kurang memiliki keberpihakan terhadap rakyat
kecil. Termasuk diantaranya adalah kurang membantu rakyat kecil untuk
memperoleh keadilan ketika berhadapan dengan uokum
Guru Besar Sekolah Tinggi
Filsafat Driyakarya, Mudji Santoso berpendapat, boleh dibilang hukum di
Indonesia saat ini justru menjadi sumber dari ketidak adilan. Bisa disimpulkan
seperti ini, karena hampir semua perangkat hukum di Indonesia memihak pada
pemegang kekuasaan dan pemilik modal, bukan memihak pada kebenaran dan
keadilan. Keadilan justru ditentukan oleh kombinasi dari permainan kepentingan,
kekuasaan, jabatan, dan uang. Kondisi ini sangat berbahaya, karena yang berlaku
dalam kehidupan ini semakin mirip dengan hukum rimba. Siapa yang kuat, ia yang
menang. Masyarakat akan mengalami krisis, dan hukum akan terlecehkan.
Putusan bersalah yang
dijatuhkan pada AAL yang mencuri sendal jepit itu karena hakim terlalu kaku
dalam menilai suatu perkara. Hakim justru tak mampu memahami esensi dari hukum,
serta kearifan yang terkandung dalam aturan hukum. Hakim bukanlah komputer yang
jika diinputkan suatu nilai, maka outputnya pasti adalah hasil operasi dari nilai
tersebut tanpa melihat faktor-faktor lain diluar nilai tersebut. Suatu
kesalahan dalam membuat suatu putusan apabila mengaplikasikan ketentuan tanpa
melihat substansi dari hukum itu sendiri. Sebagai contoh adalah terdapat dua
fakta. “Mencuri merupakan sebuah tindakan pidana”. “Pelaku tindak pidana harus
dihukum”. Maka, ketika didapati ada seseorang mencuri sendal jepit, maka ia pun
harus dihukum. Sebetulnya, hal itu tidak benar. Hakim juga harus
mempertimbangkan beberapa aspek lainnya, seperti siapakah yang mencurinya, dan
apa alasannya. Sebetulnya, sifat perbuatan melawan hukum itu bisa dihilangkan
atau dikurangi dengan cara melihat besarnya kerugian atau dampak yang
ditimbulkan pada masyarakat. Untuk beberapa kasus kecil, seperti pencurian
sandal jepit, pisang, atau kakao, pendekatan seperti itu biasa disebut
pendekatan keadilan restoratif (restorative justice).
Hukum terlalu tajam bagi
rakyat kecil. hal ini dikarenakan rakyat kecil tidak dilindungi oleh organisasi
atau struktur. Kekuatan politik masyarakat masih lemah. Berbeda dengan pelaku
korupsi yang justru dilindungi oleh partai politik atau bahkan oleh pemerintah.
Dan juga, apakah penegakan
hukum seperti ini mampu menimbulkan efek jera bagi pelaku korupsi yang
jelas-jelas merugikan negara sampai milyaran rupiah? Sama sekali tidak. Selama
uang masih bisa berbicara, selama aparat hukum masih terbuai dengan materi dan
nafsu duniawi, hal ini tidak akan bisa berlaku efektif. Kita tentunya belum
lupa dengan adanya sel penjara yang layaknya hotel berbintang, dilengkapi
dengan spring bed, TV, serta salon pribadi. Dan kita juga belum lupa kasus
tahanan lembaga pemasyarakatan yang dengan suksesnya menyuap aparat untuk bisa
menonton turnamen tenis di Bali, juga bertamasya ke Macau. Dua hal ini menjadi
bukti jelas betapa penegakan hukum di Indonesia masih mudah dibeli menggunakan
uang.
Untuk para aparat penegak
hukum, tegakkanlah hukum tanpa pandang bulu dan tegaslah dalam bertindak. Dua
hal itu apabila dilakukan dengan konsisten akan cukup untuk menjadikan negara
tercinta bersih dari korupsi. Diperlukan orang-orang yang beriman dan jujur
untuk mengawal hukum negeri ini menjadi lebih tegas dan adil. Indonesia tidak
akan pernah bebas dari korupsi jika penegakan hukumnya tidak tegas dan tanpa
saksi yang berat.
Saya sadari opini saya
mungin akan menimbulkan kontroversi. Tapi sebagai mahasiswa saya ingin
mengimplementasikan apa yang disebut sebagai Peran dan Fungsi Mahasiswa,
terutama pada nilai Social Control. Lagipula, kebebasan berpendapat itu
dilindungi oleh konstitusi negara kita, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945
pasal 28E ayat 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengemukakan pendapat.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar