Jumat, 02 November 2012

ILMU SOSIAL DASAR REGIONAL


ILMU SOSIAL DASAR REGIONAL


       Ilmu Sosial Dasar merupakan suatu pengetahuan yang berperan untung melihat lebih dekat masalah-masalah social khususnya yang diwujudkan oleh seluruh masyarakat Indonesia dengan berpegang pada fakta, konsep dan juga teori yang berasal dari bidang pengetahuan keahlian dalam lapangan ilmu-ilmu pengetahuan sosialseperti sejarah, ekonomi, geografi, social, sosiologi, antropologi, dan psikologi social.
         Berikut akan diperlihatkan contoh-contoh Ilmu Sosial Dasar Regional.

1.  Hubungan Indonesia dan Malaysia Dalam Bidang Kebudayaan
               Indonesia dan Malaysia memiliki hubungan yang seringkali dipahami dan dipandang secara emosional. Beberapa kejadian seperti sikap dan perlakuan masyarakat Negara Malaysia  terhadap para pekerja Indonesia di Malaysia, kemudian klaim Negara Malaysia terhadap produk budaya dan karya milik Indonesia, selalu menyebabkan protes di Negara Indonesia dan mengarah pada adanya ketegangan hubungan di kedua Negara tersebut. Dan yang lebih dari itu, berhasilnya Negara Malaysia dalam memenangkan kedaulatan terhadap pulau-pulau Sipadan dan Ligitan serta klaim Negara Malaysia terhadap wilayah laut blok Ambalat di Laut Sulawesi kini telah memacu protes yang sangat serius di Negara Indonesia.
            Dari berbagai protes itu, kesan umum yang berkernbang di Indonesia adalah bahwa Malaysia adalah negara yang semakin arogan, menginjak wibawa Indonesia dan tidak pantas balas budi. Di media bahkan disarankan bahwa untuk mendapatkan kembali respek Malaysia terhadap Indonesia, seharusnya Indonesia tidak segan-segan melakukan konfrontasi separti zaman Sukarno ataupun meningkatkan kemampuan tempur. Tidak sedikit yang menyarankan bahwa sudah saatnya Malaysia diberi pelajaran dari kesemena-menaan kebijakan mereka.
Hubungan Indonesia-Malaysia sebenarnya semakin kompleks dan tidak dapat dipahami secara emosional. Hal ini terlihat dari sikap kebanyakan masyarakat Indonesia terhadap Malaysia lebih banyak diinformasikan dan dipengaruhi oleh pemahaman lama yang statis tentang Malaysia sebagai bagian dari negara Serumpun yang memiliki banyak persamaan nasib dan nilai-nilai dengan Indonesia. Pemahaman demikian mengabaikan perubahan identitas yang telah terjadi di Malaysia termasuk juga cara mareka memahami dan melihat Indonesia. Walaupun konsep serumpun itu sendiri masih sering digunakan oleh para elit pemerintah Malaysia, tetapi makna dan fungsinya berbeda dengan yang dipahami secara umum di Indonesia.
Sumber konflik Malaysia-Indonesia berkaitan dengan perebutan sumber-sumber ekonomi seperti di Sipadan-Ligitan, Ambalat, masalah lintas batas, perdagangan galap, illegal loggingmigrant workers dan human trafficking. Demikian juga dilaporkan sering terjadi pelanggaran perbatasan oleh Malaysia baik perbatasan udera, laut dan darat yang kemudian akan menimbulkan protes dari pihak Indonesia.
Namun sejauh ini penyelesaian berbagai masalah ini sering terhambat pada soal teknis pelaksanaan yang sulit dan kurangnya kemauan politik di kedua negara untuk sungguh-sungguh belum menyelesaikan sengketa. Penyelesaian yang dilakukan dalam keadaan demikian seringkali bersifat reaktif dan sporadil, tanpa menyelesaikan akan permasalahan sebenarnya. Ketika pernimpin Malaysia ini minta maaf sebagaimana dituntut oleh Indonesia atas beberapa masalah yang terjadi, hubungan kedua negara seperti normal kembali. Namun suatu saat beberapa masalah dengan sumber yang sama seperti penganiayaan terhadap TKI akan muncul kembali dan menimbulkan emosi dan reaksi yang berlebihan.
Para pekerja atau bahkan turis Indonesia yang diperlakukan buruk di negeri jiran ini akan segera, membuat marah masyarakat dan pemerintah Indonesia. Pelanggaran perbatasan oleh Malaysia misalnya akan menimbulkan reaksi yang sama di berbagai kota di Indonesia. Sebagai akibat peristiwa ini, Indonesia akan meminta pemerintah Malaysia meminta maaf. Penjelasan demikian tentu saja panting namun tetap menyisakan masalah mendasar yang menjadi akar perbedaan dalam hubungan bilateral kedua negara. Keadaan demikian memerlukan suatu pemahaman lebih baik daripada sekedar melihat persoalan dari hubungan sebab akibat yang terjadi di permukaan.
Kedua negara dipahami dalam tataran perbedaan pemahaman tentang identitas satu dengan yang lain yang menjadi sumber bagi naik turunnya hubungan kedua negara. Lebih konkritnya kedua negara telah mengalami konstruksi identitas yang berbeda satu dengan yang lainnya yang berlangsung terus menerus hingga sekarang. Pemahaman tentang shared atau collective Identity antara, kedua negara sudah semakin senjang bersamaan dengan berjalannya waktu, dan dalam hal ini pemahaman Malaysia berbeda dengan periode sebelum ini, dimana konsep serumpun misalnya dipahami sebagai salah salah satu bagian ‘collective identity’ kedua negara.
Ada empat variable ‘ideational’ penting yang berkaitan dengan sumber identitas kolektif ini, yakni interdependence, common fate, homogeneity, dan self-restraint, Keempat faktor ini tidak berdiri sendiri dalam membentuk identitas, melainkan secara bersama-sama. Kekuatan dari identitas kolektif demikian bergantung para intensitas dari gabungan faktor-faktor ini. Berkaitan dengan identitas kolektif ini, perlu dibicarakan juga pengetahuan bersama (common knowledge) dan pengetahuan kolektif yang ini sumber inspirasi bagi identitas Malaysia. Salah satu common knowledge yang berkembang adalah cita-cita tentang ‘Malaysia Boleh’, ‘New Asia’ dan konsep-konsep lain yang menjadi wacanan untuk mendorang kesiapan Malaysia untuk bersaing di dunia global. Malaysia seperti banyak negara lain di era globalisasi tidak bisa terlepas dari struktur peranan untuk mempersiapkan diri bersaing sebagai agen globalisasi. Pemahaman tentang aspek identitas terakhir ini yang perlu dikaji untuk melihat bagaimana Malaysia meletakkan hubungannya dengan Indonesia dari aspek kebudayaan.

 

2. Tarian Tor-Tor Asal Sumatera  Diklaim Malaysia

            Sudah banyak macam kebudayaan Negara Indonesia di klaim oleh Negara Malaysia. Kini pengklaiman tersebut kembali dilakukan oleh Negara Malaysia, Negeri Melayu serumpun Indonesia tersebut. Lagi-lagi, tarian Tor-tor yang merupakan tarian asal dari Sumatera utara kembali diklaim oleh Negara Malaysia sebagai tarian ciptaannya.
Anggota Komisi I DPR Hayono Isman menilai bahwa klaim Negara Malaysia atas tarian Tor-tor asal Mandailing sebagai budaya miliknya sudahlah keterlaluan. Tindakan yang dilakukan oleh Negara Malaysia tersebut bisa merusak hubungan baik antar kedua negara.
“Kalau benar, itu sudah keterlaluan. Harapan saya sebagai anggota DPR tentunya ini dapat dicabut kembali karena ini dapat merusak hubungan baik kedua negara,” kata Hayono Isman saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/6).
Pria yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Pembina Partai Demokrat itu mengatakan pemerintah Indonesia perlu segera mengklarifikasi hal tersebut. Harus segera dicek apakah benar tari tor-tor akan didaftarkan ke UNESCO sebagai budaya Malaysia atau tidak. Kalau benar, UNESCO pun harus menolaknya.
Anggota Komisi X DPR Raihan Iskandar mengatakan, permasalahan ini menjadi tantangan bagi pemerintah. Apalagi, registrasi budaya nasional akan segera dilakukan. ’’Menurut pengakuan LSM di sana itu upaya mereka dapat eksistensi. Ada bahasa supaya dapat bantuan dana. Ujung-ujungnya kelihatan mereka ada kemudahan dalam pengembangan budaya di Malaysia,’’ kata Raihan kepada INDOPOS (Grup JPNN) di Jakarta, kemarin (18/6).
Namun, lanjut wakil rakyat asal Aceh ini, komunitas Mandailing di Malaysia tidak memikirkan efek yang disebabkan dari upaya mereka. Yaitu, ketersinggungan masyarakat Indonesia. ’’Masalah seperti ini bisa dikomunikasikan lebih dahulu. Mencari jalan terbaiknya bagaimana,’’ tutur politisi dari PKS ini.
Menurutnya, belum diketahui apakah pengakuan tersebut membuat Tari Tor-Tor dan Gondang Sambilan jadi milik Malaysia. Atau Malaysia mengakui sumbernya dari Sumatera Utara dan hanya mengembangkan.
’’Upaya-upaya pengakuan seperti ini harus diambil jalan tengah. Kebudayaan di Malaysia dan Indonesia mirip-mirip. Banyak suku kita juga di sana. Jangan sampai jadi hubungan negatif. Ke depannya pasti ada pengakuan lainnya yang bisa membuat kita marah,’’ papar Raihan.
Karena itu, tambahnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus proaktif menanyakan masalah ini ke Malaysia. Supaya hubungan sosial budaya bisa dikomunikasikan dengan baik. Khususnya dalam hal paten mematenkan ke dunia internasional. ’’Tidak bisa sepihak ini punya Malaysia. Nanti hubungan tidak baik dengan negara luar,’’ katanya.
Raihan menambahkan, Kemendikbud mempunyai upaya diplomasi budaya. Peristiwa sekarang ini jadi sarana bagaimana membuktikan eksistensi budaya. Melalui diplomasi akan ketemu garis komunikasi yang lebih baik.
’’Bisa saja nanti negara lain mengakui Tari Tor-Tor punya Indonesia yang tumbuh kembang di Malaysia, Brunei, Filipina. Budaya tidak hanya nasional tapi juga internasional. Karena budaya ada di banyak tempat,’’ pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud) bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti menjelaskan, pihaknya sudah melakukan rapat antar kementerian membahas masalah ini. Jadi, kejadian awalnya adalah ada sebuah komunitas Mandailing di Malaysia. Mereka mengajukan pendaftaran ini ke warisan kebangsaan Malaysia. Tujuannya supaya dapat program dan anggaran untuk Tari Tor-Tor dan Gondang Sambilan tersebut.
’’Itu belum ditetapkan, masih proses pendaftaran. Kita melalui Kementerian Luar Negeri minta dilakukan pengecekan langsung kebenaran ini. Memang seperti itu kejadiannya. Kita minta komunikasi dengan kementerian penerangan dan kebudayaan Malaysia,’’ jelas Wiendu.
Ia melanjutkan, dalam komunikasi yang dilakukan, pihak Malaysia berjanji akan menjelaskan permasalahan Tari Tor-Tor ini dalam nota tertulis ke pemerintah Indonesia. Nota tersebut akan disampaikan Rabu (20/6) besok. ’’Kita sudah on the right track. Memang kita tidak bisa meninggalkan kewaspadaan. Kalau udah klarifikasi kita jangan lengah juga. Waspada sepanjang jalan,’’ kata Wiendu.
Sementara, Anggota DPR RI Effendi Simbolon yang juga Raja (Ketua) Bolon seluruh Indonesia (Punguan Simbolon Dohot Boruna Se-Indonesia/PSBI) mengatakan, pemerintah Indonesia tidak perlu marah terhadap klaim Malaysia. ’’
Cukup dengan mengajukan nota diplomatik, maka Pemerintah Indonesia akan mendapatkan jawaban jelas atas isu kontroverisal tersebut. Sejujurnya kita harus berterima kasih pada Malaysia,  karena kalau gak ada ramai-ramai seperti ini mana ada kepeduliannya,’’  tegas politisi PDIP ini di Kantor Pusat PBSI, Pejompongan, Jakarta Pusat, kemarin, (18/06).

àBerikut ini beberapa kebudayaan Indonesia yang pernah diklaim oleh Malaysia:
a.    Batik: Klaim Malaysia atas batik sangat meresahkan perajin batik Indonesia. Bangsa ini harus segera menghapus bayang-bayang yang meresahkan itu agar perajin batik Indonesia di kemudian hari tidak perlu memberi royalti kepada negara lain. Perajin batik Pekalongan, Romi Oktabirawa, mengatakan hal itu dalam pembentukan Forum Masyarakat Batik Indonesia di Jakarta. Romi mengatakan, generasi batik masa lampau hanya melihat kompetisi antarperajin di dalam negeri. Kini, sudah saatnya perajin batik bersatu, menunjukkan eksistensi bahwa batik adalah warisan budaya Indonesia. Untuk melestarikannya, Pemerintah Indonesia akan menominasikan batik Indonesia untuk dikukuhkan oleh Unesco sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural Heritage).
b.    Tari Pendet: Geram dan marah muncul dari masyarakat Indonesia menyikapi klaim kebudayaan yang dilakukan Malaysia. Berbagai aset budaya nasional dalam rentang waktu yang tak begitu lama, diklaim negara tetangga. Pola pengklaimannya pun dilakukan melalui momentum formal kenegaraan. Seperti melalui media promosi ‘Visit Malaysia Year’ yang diselipkan kebudayaan nasional Indonesia: Wayang Kulit, Angklung, Reog Ponorogo, Kuda Lumping, Lagu Rasa Sayange, Bunga Rafflesia Arnoldi, Keris, Rendang Padang
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar